Detik
berdetak seiring perasaan rindu menumbuh
Hari
berganti seraya hasrat bertemu memuncak
Tapi
semesta belum satukan mereka berdua
Mereka
hanya disajikan untuk duduk menatap
Menatap
bersama satu senja, meski berjauhan
“Kita
masih melihat bulan yang sama kan ?”
Kata
yang selalu mereka selipkan di percakapan kecil itu.
Percakapan
kerinduan
Begitu
banyak benih kerinduan diantara mereka
Apakah
ini terlalu dini untuk menyebutkan bahwa itu awal dari cinta ?
Dalam
percakapan itu, mereka berkilah
Berkilah
bahwa dibawah satu langit dan bulan yg sama kan mampu menutupi
Menutup
rasa rindu
Namun
alam pun tak pernah mengiyakan
Perasaan
itu terus ada dan ada
Pepatah
kuno mengatakan, cinta melahirkan rindu, bila tidak rindu maka tak cinta
Setiap
dari mereka kini terngiang tanya dan malu
Rindu
karena cinta ?
Atau
cinta jadi rindu ?
Sebab
akibat ini yang menimbulkan tanya
Bagi
mereka kalimat itu bukanlah penting
Tak
penting karena apa dan bagaimana bisa
Mereka
tak dapat membohongi perasaan satu sama lain
Atau
mungkin mereka saling mencintai
Bersama
kerinduan tiada berhilir
Dari
terang pagi hingga sunyi malam
Entah
sampai waktunya tiba
Biarlah
kerinduan ini hanya teruntuk dia yang memang pantas untuk dirindukan, ucap
mereka
Bersama
dinginnya malam, angin membawa pesan singkatnya
Sebuah
pesan yang bertuliskan sajak cinta dua insan
Rindu
seiring nafas mereka
Kerinduan
yang tertanam dalam sanubari
Rindu
menjelma dalam sajak-sajak mendayu diantara mereka
Mereka
tak hirau dingin ketika itu, karena ada rasa yg menghangatkan
Dari
rembulan malam hingga terang mentari mereka bercakap melepaskan perasaan itu
Seraya
bermunajat akan kisah mereka, akan rasa yg datang dan sulit pergi
Akan
sosok yg selama ini didamba, akan masa-masa setelah malam dingin ini
Ini
sajak rindu
Mereka
sebut ini komunikasi verbal hati
Yang
akan terus menunggu sampai tiba pertemuan itu
Pertemuan
yang terlalu lama tuk ditunggu
Saat
mereka tersipu malu
Tersipu
dengan pipi merah, karena telah lama tak melihat paras dia
Dia
si pembuat rindu