Rabu, 19 Februari 2014

Mencintai Rasulullah SAW

Nabi SAW adalah manusia—bahkan makhluk—teragung, sejatinya kecintaan kepada beliau juga harus menempati kedudukan yang paling tinggi—tentu setelah kecintaan kepada Allah Swt.—dibandingkan dengan kecintaan kepada selain beliau. Dengan kata lain, seseorang belum dikatakan sungguh-sungguh mencintai Rasulullah saw. jika ia masih menomerduakan kecintaan kepada beliau di bawah kecintaan kepada selain beliau.
Bagi seorang Muslim, kecintaan pada semua itu sejatinya tidak mengalahkan kecintaan kepada Rasulullah saw. Artinya, ia akan selalu mendudukkan rasa cintanya kepada Rasulullah pada urutan pertama—tentu setelah rasa cintanya kepada Allah Swt.
Mari kita merenungkan firman Allah Swt. berikut:

Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, dan kaum keluarga kalian; juga harta dan kekayaan yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan Rasul-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya." Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang fasik. (QS at-Taubah [9]: 24).
Firman Allah di atas sekaligus merupakan dalil bahwa seorang Muslim wajib mendudukkan kecintaan kepada Allah Swt. dan Rasul-Nya pada urutan teratas. Kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya ini sekaligus menjadi parameter untuk menakar kadar keimanan seorang Muslim.
Lebih dari itu, manisnya iman akan dirasakan seorang Muslim jika dia telah menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada ragam kecintaannya kepada sekelilingnya. Rasulullah saw. telah bersabda:

Ada tiga perkara, siapa yang memilikinya, ia telah menemukan manisnya iman: (1) orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada yang lainnya; (2) orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah; (3) orang yang tidak suka kembali pada kekufuran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam neraka. (HR Muttafaq 'alaih).

Tidak beriman seorang hamba hingga aku lebih ia cintai daripada keluarganya, hartanya, dan seluruh manusia yang lainnya. (HR Muttafaq 'alaih).

Bahkan, pengampunan dosa dari Allah hanya akan terwujud dengan bersungguh-sungguh mencintai Rasulullah saw., dan kecintaan kepada Allah belum teruji jika manusia tidak sungguh-sungguh mencintai Rasul-Nya. Allah Swt. berfirman:

Katakanlah, “Jika kalian benar-benra mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihi kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” (QS Ali Imran [3]: 31).

Kesungguhan dalam mencintai Rasulullah saw. ini telah terpatri kuat dalam pribadi para sahabat. Merekalah orang-orang yang berlomba-lomba dan bersungguh-sungguh mewujudkan kecintaan ini. Secara praktis hal itu diwujudkan dengan cara mengikuti dan meneladani Rasulullah saw., sekaligus dengan menaati seluruh perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Hal itu antara lain didasarkan pada firman Allah Swt. berikut:

Apa saja yang dibawa oleh Rasul untuk kalian, ambillah, dan apa saja yang dilarangnya atas kalian, tinggalkanlah. (QS al-Hasyr [59]: 7).

Tidaklah yang diucapkan Rasul itu berdasarkan hawa nafsu; sesungguhnya semuanya tidak lain kecuali merupakan wahyu yang diwahyukan kepadanya. (QS an-Najm [53]: 3-4).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar