Kamis, 04 Juli 2019

Pucuk Cemara



Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yg semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara. 

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin yang mendesau entah dari mana.

Rabu, 08 November 2017

Trilogi ikrar monumental Sumpah Pemuda

Trilogi ikrar monumental Sumpah Pemuda
Rozy Ahimsyah Pratama.

     Kristalisasi dari gerakan bernafaskan perjuangan itu berujung pada peristiwa hitoris bakal lahirnya satu negara. Semangat bersatu dan bergerak menjadi batu fondasi dalam menghimpun sumber kekuatan khususnya golongan muda. Tekanan amoral dan derita tidak manusiawi yang telah dirasakan sejak masa kolonialis Portugis, Spanyol, hingga pendudukan Belanda sudah cukup menjadi alasan untuk berteriak lantang merdeka kala itu. Namun tak bisa, merdeka adalah kata yang pantang didengar oleh kepolisian Belanda.

     Berangkat dari rasa dan nasib yang sama, kaum intelektual muda bernisiatif berbaiat dan berjanji setia berjuang bersama demi bangsa dan tanah air nya. Tatanan sosial borjuis Belanda era penjahahan tak dapat diterima di bumi Indonesia, pribumi dijadikannya kaum proletariat terkungkung dalam kesusahan sedangkan kolonial mengeruk keuntungan secara permisif. Tak ada ruang satu jengkal pun bagi penindas di bumi pertiwi. Akhirnya, manifesto dari semua itu adalah tiga konsepsi buah pemikiran Moh. Yamin dlm kongres Sumpah Pemuda II.

Rabu, 30 Maret 2016

Kuliah Lima Tahun dan Pentas Gerakan Mahasiswa.



Implementasi batas studi maksimal lima tahun di perguruan tinggi adalah tak lain suatu turunan dari upaya yang mengarah pada pereduksian semangat kritis mahasiswa era kontemporer. Tuntutan penyelesaian seluruh beban studi maksimal hanya lima tahun membuat haluan hanya terarah pada penyelesain kuliah secepat mungkin. Peran utama mahasiswa perlahan terbungkam ketika kampus menyuguhkan kebijakan dagelan dengan dalih intelektualitas, gerakan mahasiswa tak lagi masif, sikap kritis tak lagi runcing, elit negeri tertawa renyah.
Bila kita buka lembar dimensi histori pergerakan mahasiswa Indonesia, masa normalisasi kehidupan kampus/ badan koordinasi kampus (NKK/BKK) adalah masa suram bagi seluruh aktivis mahasiswa, mahasiswa dikejar-ditangkap, dewan mahasiswa (DEMA) tak berdaya. Rencana pemberlakuan pemotongan masa kuliah seolah membuat kita bepikir ini merupakan daya untuk mendisorientasikan nilai yang sudah terbentuk dikalangan mahasiswa dan membuat kita berasumsi ini adalah sebagai bentuk dari Neo NKK/BKK.
Substansi dari pemberlakuan NKK/BKK orde lama dan Neo NKK/BKK sekarang adalah hal yang serupa. Bila di era 70an, NKK/BKK dibuat sebagai suatu pola pembengarusan mahasiswa orde lama dengan mengawasi gerak-gerik mahasiswa agar membuat mahasiswa tidak terjun terlalu jauh dalam perkara pemerintahan. Hari ini, hal demikian secara substansi akan terulang kembali ketika isu implementasi percepatan masa studi benar diimplementasikan. Batas maksimal kuliah yang dipersingkat membuat peran mahasiswa sebagai mitra kritis pemerintah tak lagi tajam ketika mahasiswa hanya dituntut untuk kuliah secepat mungkin.
Terjadi shifting of value tatkala mahasiswa dibayangi orientasi kuliah secepat mungkin dan menyampingkan hal lainnya. Pengembangan diri diluar ruang kelas tak lagi bisa maksimal, tugas dan fungsi mahasiswa mengawasi hegemoni elit atas dasar kepentingan rakyat tak lagi ada.
Ketika bangsa ini dalam keadaan krisis disetiap lini, sebuah anomali bila kondisi mahasiswa tak lagi ideal. Seolah semua ini adalah sebagai upaya mematikan andil dan gerakan mahasiswa. Ketika pemerintah pusat masih mengkaji dan menunda pemberlakuan Permendikbud nomor 49 tahun 2014 tentang pembatasan masa studi, namun yang terjadi saat ini di beberapa kampus termasuk Universitas Sriwijaya sangat kontradiktif. Isu rencana pemberlakuan kuliah lima tahun yang akan terapkan itu seolah menjadi kran lahirnya Neo NKK/BKK era kontemporer. Kebijakan ini dikhawatirkan hanya akan menumbuhkan budaya pragmatis dan membentuk kerangka berpikir praktis mahasiswa serta kehilangan orientasi kuliah kecuali lulus secepat mungkin. Mahasiswa dikurung dalam ruang kelas demi mengejar beban dan masa studi, semangat berkaryanya diluar kelas dirudupaksa. Kebijakan ini seolah mendewakan masa studi cepat adalah keniscayaan yang menjamin pasca bangku kuliah, kampus tak lagi sebagai rahim para pemimpin bangsa, mahasiswa disiapkan untuk tidak menjadi cendekia namun hanya dilatih untuk menjadi buruh para elit kapitalis dan tunduk kepada kaum feodal. Ini ancaman.
Sikap dari pragmatisme mahasiswa hasil dari disorientasi akibat dari kebijakan ini akan menumpulkan atmosfer mengkritisi kebijakan elit yang tidak berpihak pada rakyat, bahkan sikap apatislah yang akan timbul. Padahal sejatinya, DNA dari mahasiswa sendiri ialah gelora untuk memperbaiki negeri atas dasar kemaslahatan rakyat, namun ketika ini dikekang dan dibatasi dengan berbagai alasan stereotip, hanya ada satu kata, LAWAN !!!
Hidup Mahasiswa!
Hidup Rakyat Indonesia!


Oleh : Rozy Ahimsyah Pratama 
(082281457530)

Kamis, 14 Januari 2016

Kami Muak dan Bosan


(Oleh Taufik Ismail)

Dahulu di abad-abad yang silam Negeri ini pendulunya begitu ras serasi dalam kedamaian Alamnya indah, gunung dan sungainya rukun berdampingan, pemimpinnya jujur dan ikhlas memperjuangkan kemerdekaan Ciri utama yang tampak adalah kesederhanaan Hubungan kemanusiaanya adalah kesantunan Dan kesetiakawanan Semuanya ini fondasinya adalah Keimanan Tapi, Kini negeri ini berubah jadi negeri copet, maling dan rampok, Bandit, makelar, pemeras, pencoleng, dan penipu Negeri penyogok dan koruptor, Negeri yang banyak omong, Penuh fitnah kotor Begitu banyak pembohong Tanpa malu mengaku berdemokrasi Padahal dibenak mereka mutlak dominasi uang dan materi Tukang dusta, jago intrik dan ingkar janji Kini Mobil, tanah, deposito, dinasti, relasi dan kepangkatan, Politik ideologi dan kekuasaan disembah sebagai Tuhan Ketika dominasi materi menggantikan tuhan Kini Negeri kita penuh dengan wong edan, gendeng, dan sinting Negeri padat, jelma, gelo, garelo, kurang ilo, manusia gila kronis, motologis, secara klinis nyaris sempurna, infausta Jika penjahat-penjahat ini Dibawa didepan meja pengadilan Apa betul mereka akan mendapat sebenar-benar hukuman Atau sandiwara tipu-tipuan terus-terus diulang dimainkan Divonis juga tapi diringan-ringankan Bahkan berpuluh-puluh dibebaskan Lantas yang berhasil mengelak dari pengadilan Lari keluar negeri dibiarkan Dan semuanya itu tergantung pada besar kecilnya uang sogokan Di Republik Rakyat Cina, Koruptor Dipotong kepala Di kerajaan arab saudi, Koruptor Dipotong tangan Di Indonesia, Koruptor Dipotong masa tahanan Kemudian berhanyutanlah nilai-nilai luhur luar biasa tingginya Nilai Keimanan, kejujuran, rasa malu, kerja keras, tenggang rasa, pengorbanan, Tanggung jawab, ketertiban, pengendalian diri, Remuk berkeping-keping Akhlak bangsa remuk berkeping-keping Dari barat sampai ke timur Berjajar dusta-dusta itulah kini Indonesia Sogok Menyogok menjadi satu, Itulah tanah air kita Indonesia Kami muak dan bosan Muak dan bosan Kami Sudah lama Kehilangan kepercayaan

Jumat, 01 Januari 2016

Brace self to face MEA, MEA is coming.



(Oleh : Rozy Ahimsyah Pratama)
     Free flows of good, free flows of investment, free flows of capital dan free flows of skilled labor. Benar, beberapa hal itulah yang akan dirasakan pasca diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) per 31 desember 2015. Beberapa waktu lalu masyarakat Indonesia digamangkan dalam keadaan pesimis atau optimis dalam menghadapi MEA yang semakin hari semakin dekat.
     Masyarakat Ekonomi ASEAN sendiri digadang-gadangkan sebagai instrument yang bertujuan untuk mengintegrasikan ekonomi kawasan ASEAN dengan cara membentuk sistem perdagangan bebas atau free trade. Para anggota ASEAN termasuk Indonesia telah menyepakati suatu perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut. MEA adalah istilah yang hadir dalam indonesia tapi pada dasarnya MEA itu sama saja dengan AEC atau Asean Economic Community.
Background
    Berangkat dari KTT yang dilaksanakan di Kuala Lumpur pada 1997 dimana para pemimpin masing-masing negara ASEAN akhirnya memutuskan untuk melakukan pengubahan mendasar kawasan ASEAN dengan menjadi suatu kawasan makmur, stabil dan sangat bersaing dalam perkembangan ekonomi yang berlaku adil dan dapat mengurangi kesenjangan dan kemiskinan sosial ekonomi (ASEAN Vision 2020). Kemudian dilanjutkan pada KTT yang dilaksakan di Bali tahun 2003 yang memberikan keputusan bahwa MEA akan menjadi sebuah corong integrasi ekonomi kawasan ASEAN. Disamping Masyarakat Ekonomi Asean terdapat dua kesepakatan lainnya, pertama adalah ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial Budaya ASEAN. Ketiga bentuk dan konsep kerjasama ini diharapkan dapat berjalan sinergis antar negara dan bekerja sama didalam membagun komunitas ASEAN. Awalnya komunitas ASEAN memiliki target pelaksanaan pada tahun 2020, namun keputusan pada KTT ke-12 tahun 2007 sepakat untuk melakukan percepatan pembentukan komunitas ASEAN pada pahun 2015 seiring dengan lobby yang dilakukan pemerintah Indonesia yang mengusulkan 2015 akhir (31 Desember 2015) hal ini didukung oleh penandatangan deklarasi Cebu, ASEAN Concord II, dan ASEAN Vision 2020 mengenai percepatan pembentukan komunitas ekonomi ASEAN di tahun 2015 dan melakukan pengubahan ASEAN menjadi suatu daerah perdagangan yang bebas (Free trade area) barang, investasi, tenaga kerja profesional, jasa dan aliran modal yang lebih bebas lagi.
     Bedasarakan Roadmap ASEAN Community, MEA akan mulai membentuk kawasan ASEAN menjadi pasar dan basis dari produksi tunggal yang dapat membuat ASEAN menjadi dinamis dan dapat bersaing dengan adanya mekanisme dalam memperkuat pelaksanaan baru yang berinisiatif ekonomi, mempercepat perpaduan regional yang ada disektor-sektor prioritas, memberikan fasilitas terhadap gerakan bisnis, tenaga kerja memiliki bakat dan terampil dapat memperkuat kelembagaan mekanisme di ASEAN.
Kini detik-detik pelaksanaan itu semakin dekat, Indonesia dihadapkan pada kebebesan dalam melakukan perdagangan antar regional ASEAN. Siapkah Indonesia menerima serbuan barang dan jasa dari negera tetangga dengan harga sangat kompetitif ?, Siapkah tenaga kerja Indonesia beradu skill dengan tenga professional negara ASEAN lain?. Pertanyaan itu tidaklah seharusnya ditanyakan kembali mengingat ASEAN Community tinggal beberapa saat lagi diberlakukan. Padangan terhadap pemberlakuan ASEAN Community selayaknya harus dengan pola melihat tantangan sebagai peluang. Kita harus mengahadapi dengan menegakkan kepala, membusungkan dada dan optimistis terhadap kemampuan sendiri untuk dapat survive pada komunitas ASEAN ini.

Minggu, 27 Desember 2015

Kementerian Luar Negeri BEM KM UNSRI


KEMENTRIAN LUAR NEGERI BEM KM UNSRI, KONSTRUKTOR JARINGAN STRATEGIS.
Kalimat yang mengatakan bahwasanya kampus merupakan sebuah minatur nyata dari sebuah negara sangat sering didengung-dengungkan orator dalam setiap penyampaiannya. Struktur dan desain yang ada pada kampus benar mencerminkan dari setiap hal yang ada dalam proses penyelenggaran negara. Salah satu syarat negara adalah wilayah teritori, samalah halnya didalam kampus. Untuk menjalankan roda pemerintahan diperlukan pemerintahan ataupun pemangku kepentingan (Stakeholder), sama halnya didalam kampus. Pun nahkoda pada proses berbangsa dan bernegara yang dipimpin oleh seorang presiden, terepresentasikan juga didalam kampus.
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) sebagai salah satu pilar replika dari suatu negara yakni pemerintahan (eksekutif). Konsepsi dan garis besar BEM sama halnya dengan pemerintahan suatu negara. Dipimpin oleh seorang presiden, terdiri dari beberapa kementerian/bidang/departemen, kesatuan inilah yang menjalankan roda pemerintahan kampus. Presiden pun tidak sendiri, ia didampingi oleh wakil presiden dan jajaran kabinet yang merupakan komposisi yang telah disusun untuk membidangi masing-masing kementerian. Setiap kementerian yang ada pada kelembagaan BEM bertanggung jawab terhadap TUPOKSI masing-masing. Namun, saya mencoba untuk mengangkat salah satu kementerian pada tulisan ini yaitu kementerian luar negeri tanpa bermaksud ‘underestimate’ kementerian/bidang yang lain.
            Tidak asing lagi nama kementerian luar negeri ataupun kementerian eksternal dalam struktur dan desain dalam setiap kelembagaan BEM mengingat memang beberapa fungsi strategis ada pada kementerian/bidang ini. Sama halnya dengan sebuah negara, kementerian luar negeri lingkup kerjanya berada diluar negara yang berperan menjalankan fungsi-fungsinya sesuai dengan kepentingan negaranya. Sangat menarik untuk ditulis dan diangkat dalam sebuah tulisan tentang kementrian luar negeri (Kemenlu) BEM ini baik secara implisit maupun eksplisit.
Kemenlu hadir sebagai salah satu faktor ‘Empowering’ didalam lembaga eksekutif mahasiswa. Beperan menjalankan apa yang saya sebut sebagai pembentuk jaringan dan relasi strategis, hal seksi inilah yang membuat kehadiran kementerian bidang ini memiliki bargaining lebih. Dengan Kemenlu istilah biologis yakni Symbiosis Mutualism bisa kita gunakan. Kenapa demikian?. Karena semua yang terjadi dalam lingkup internal dan eksternal kampus dapat saling berhubungan memberikan timbal balik positif. Dari sisi kelembagaan BEM (internal), Kemenlu membuat segala sesuatu untuk dirancang untuk Go Public, sedangkan dari sisi eksternal Kemenlu membuat segala sesuatu yang bersifat eksternal ditempatkan disetiap pos-posnya dan menjadi representasi kecil kepentingan BEM Universitas dan Mahasiswa didalamnya. Dengan kata lain Kementerian Luar Negeri adalah sebagai corong untuk menciptakan iklim profitable yang esensial.
Berangakat dari hal di atas, membuat setiap kita harus mengembangkan rentangan sayap kita dan terbang tidak hanya ditataran universitas melainkan keluar kebih luas lagi. Mengutip statement Kurniawan (2012) “BEM UI besar karena memang mereka dekat kepada pusat pemerintahan, BEM UGM besar karena memang di sana dekat dekat kraton Yogyakarta yang memang sudah harum namanya.” Substansi dari kutipan ini adalah untuk memacu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang lain termasuk BEM Universitas Sriwijaya terpancing gelora semangat dan gerakannya untuk lebih besar dan berpengaruh lagi dengan hal-hal inventif dan solutif yang ditawarkan. Namun tetap sendi kelembagaan BEM tidak ditunjang dari dari satu atau beberapa kementerian semata diperlukan kesinambungan dan sinergisitas tiap-tiap kementerian untuk menciptakan ritme kerja yang terarah dan progresif.

Lubuklinggau, 27 Desember 2015.

Rozy Ahimsyah Pratama.
Menteri Luar Negeri BEM KM UNSRI 2015/2016