Trilogi ikrar monumental Sumpah Pemuda
Rozy Ahimsyah Pratama.
Kristalisasi dari gerakan bernafaskan perjuangan itu berujung pada peristiwa hitoris bakal lahirnya satu negara. Semangat bersatu dan bergerak menjadi batu fondasi dalam menghimpun sumber kekuatan khususnya golongan muda. Tekanan amoral dan derita tidak manusiawi yang telah dirasakan sejak masa kolonialis Portugis, Spanyol, hingga pendudukan Belanda sudah cukup menjadi alasan untuk berteriak lantang merdeka kala itu. Namun tak bisa, merdeka adalah kata yang pantang didengar oleh kepolisian Belanda.
Berangkat dari rasa dan nasib yang sama, kaum intelektual muda bernisiatif berbaiat dan berjanji setia berjuang bersama demi bangsa dan tanah air nya. Tatanan sosial borjuis Belanda era penjahahan tak dapat diterima di bumi Indonesia, pribumi dijadikannya kaum proletariat terkungkung dalam kesusahan sedangkan kolonial mengeruk keuntungan secara permisif. Tak ada ruang satu jengkal pun bagi penindas di bumi pertiwi. Akhirnya, manifesto dari semua itu adalah tiga konsepsi buah pemikiran Moh. Yamin dlm kongres Sumpah Pemuda II.
Setelahnya, trilogi sumpah pemuda menelurkan dorongan untuk sungguh-sungguh berhimpun sebagai saudara dan berserikat sebagai negara. Cita-cita utk memiliki secara utuh tanah air, bangsa, dan bahasa serta didorong kejemuan terhadap kesewenang-wenangan telah menjadi opium. Opium itu terus tumbuh dan benar-benar tumbuh sejak 1928, 1945, 1965, 1998, bahkan hingga sekarang. Sari dan gagasan dalam kongres tersebut menjadi cara bagaimana Indonesia melihat dan mengarah. Titik kulkulasi yang berawal dalam peristiwa 28 Oktober 1928 berbuah manis pada 17 agustus 1945. Cita-cita mulia itu terwujud, lahirlah satu negara bernama Indonesia.
Kini, masihkah kita bersumpah atas nama tanah air?
Penulis mendikotomikan tulisan ini sbg sarana looking-back dan looking forward. Penulis tidak mendikte agar pembaca bernostalgia dan terbuai pada kenangan lalu, namun sebagai pengingat bahwa cikal lahirnya Indonesia sebagai bangsa muncul melalui momentum sumpah pemuda maka bangsa ini akan besar dan tumbuh bila mereflesksikan kembali nilai luhur yang terkandung dalam kongres pemuda ini.
Nilai-nilai yang terkandung dalam peristiwa penting sumpah pemuda seharusnya menjadi 'guidance' bagaimana Indonesia melangkah. Berikrar demi bangsa dan negara pada semua dimensi kehidupan.
Internalisasi terhadap nilai itu akan mampu membuat semua golongan dan kelompok melangkah berirama. Atmosfer sumpah pemuda seharusnya pun mengalahkan isu primordial ditengah masyarakat plural. Mengingat betapa arifnya para pemuda dulu dalam berdialog dengan melepaskan baju kesukuan dan mengabaikan batas kedaerahan dalam bingkai keindonesiaan.
Namun nilai tersebut terdistorsi di era milenial, semangat bersatu tak boleh diluruhkan oleh ego etnosentrisme demi mewujudkan Indonesia ideal.
Para pendahulu telah menaburkan benih pohon gairah bertanah, berbangsa, dan berbahasa indonesia dalam simpul persatuan. Mari petik buah dari pohon tersebut, pohon yang mengajarkan bagaimana bertindak dan berprilaku sebagai saudara satu bangsa dalam multi bidang;
• Dibidang politik, mengajarkan bagaimana mempengaruhi orang lain dengan cita-cita bermartabat.
• Dibidang pendidikan, mengajarkan bagaimana menghapus pemikiran konservatif yg menutup ruang dialog.
• Dibidang sosial, mengajarkan kesatuan golongan tanpa batas kelas.
• Dibidang kebangsaan, mengajarkan bagaimana merawat dan membesarkan Indonesia.
• Dibidang cinta tanah air, mengajarkan bagaimana menumbuhkan sikap patriotik.
Dan bidang lain dengan semua nilai baik yang terkandung didalamnya untuk berprilaku.
Yogyakarta, 28 Oktober 2017
Refleksi 89 tahun Sumpah Pemuda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar