Pemerintah indonesia melalui MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA dalam PERMENDIKBUD NO 55 TAHUN 2013 pasal 5 yang berbunyi "Perguruan tinggi negeri tidak boleh memungut uang pangkal dan pungutan lain selain uang kuliah tunggal dari mahasiswa baru program Sarjana (S1) dan program diploma mulai tahun akademik 2013 – 2014." pendidikan adalah hak dasar manusia yang seharusnya bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat tanpa melihat kasta kekayaan. namun realita yang dilihat banyak mahasiswa angkatan 2013 menjerit seakan-akan UKT menjadi momok yang sangat menakutkan. kebijakan UKT yang digadang-gadang sebagai solusi biaya kuliah murah hanyalah fatamorgana belaka yang disajikan kepada kita. bahkan Banyak pihak yang terkecoh bahwasanya dengan adanya UKT mereka diuntungkan dengan ketiadaan biaya pangkal diawal sehingga terkesan lebih murah padahal dalam kenyataannya biaya yang mereka bayar sama saja bahkan mahal.
Cara boleh beda, tapi komersialisasi pendidikan
yang vulgar telah ditunjukkan oleh dunia pendidikan di bumi pertiwi.
sungguh ini menunjukkan tidak adanya kepastian jelas mengenai besaran
uang yang akan dibayarkan oleh peserta didik dan dengan ketidak jelasan
besaran UKT yang dibayarkan ini telah membuka peluang bagi tindakan
komersialisasi bahkan korupsi di institusi perguruan tinggi negeri. Meski besaran UKT disesuaikan dengan golongan penghasilan orang tua,
jumlahnya tetap dirasa mencekik dan manisnya pendidikan tetap tak bisa
dikecap oleh semua lapisan masyarakat. maka, jelas-jelas penyelenggaraan
BKT dan UKT pada PTN telah mengangkangi pancasila dan tujuan untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa yang pada hakikatnya merupakan tanggung
jawab negara sebagaimana termaktub di dalam pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945 telah mengalami penyimpangan dengan penuh kecacatan hukum
atas lahirnya Pasal 88 ayat (1) UU Pendidikan Tinggi.
emm....,
Bersyukurlah bagi mereka yang tak mampu tapi berprestasi bisa mencari
celah melalui beasiswa, tapi apa kabarnya mereka yang bisa dikatakan
berotak pas-pasan dan uang pun tak punya? Keadaan ini berbanding
terbalik dengan amanat Konstitusi, “Semua warga negara memiliki
kesempatan untuk mengenyam pendidikan..” bahkan secara tak sadar banyak
orang yang menganggap wajar tatkala semakin berkualitas pendidikan yang
ingin dicapai, maka semakin mahal pula harga yang harus dibayar. Standar
berkualitasnya pun hanya berdasar materi; nilai yang bagus, pekerjaan
menjanjikan dan gaji besar. Hidup dalam era kapitalisme membuat semua
orang bersaing secara ketat demi materi; yang beruang menang, tak
beruang angkat kaki. Pemahaman ini tertancap kuat dalam benak pikiran
dan pada akhirnya menguatkan sifat individualis; hanya mementingkan
keselamatan diri sendiri tanpa memikirkan orang lain. sehingga tidak
menutup kemungkinan UNSRI sebagai PTN yang telah menginjak umur ke-53
ini akan kehilangan lebih dari separuh mahasiswa yang kelak akan menjadi
tonggak penerus estafet perjuangan bangsa ini. akankah birokrat akan
"melek" atas fenomena yang telah melangkah pasti ini? ataukah mahasiswa
sendiri yang akan membuat beliau-beliau ini "merem-melek". bukanlah
solusi yang mudahnya untuk di implementasikan namun juga turun aksi pun
tidak dapat disalahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar